Ngaji Nglilir: Puasa Puas, Puas Puasa
Kudus-Sarasehan budaya yang diinisiasi para pelajar PKBM Omah Dongeng Marwah (ODM) bakal mewarnai kegiatan ramadan tahun ini. Puluhan peserta yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, serta pegiat komunitas di Kudus hadir di Gedung MWC NU Bae Kudus kemarin siang (11/05/2019). Mereka ikut serta kegiatan Ngaji Nglilir #1 bersama Tiyo Ardianto, Edy Supratno, dan Aan Triyanto.
Acara yang bertema Puasa Puas: Puas Puasa ini dimulai pukul 13.30 berakhir 16.30 WIB. Antusiasme baik peserta maupun penyelenggara patut diapresiasi, pasalnya siang itu udara di luar ruangan cukup panas. Tsaqiva Kinasih Gusti, yang juga pelajar PKBM ODM, membuka acara dengan lagu ciptaannya. Sebelum sarasehan dimulai ada juga penampilan grup band indie asal Kudus, Urva Creato.
Dengan bersemangat, Tiyo Ardianto bicara sebagai moderator. “Puasa ini ibadah yang sudah ada sejak lama, bahkan sebelum Nabi Muhammad SAW. Puasa tidak hanya ada pada agama Islam. Siddhartha Gautama berusaha menemukan jati dirinya dengan berpuasa. Ada juga Ki Ageng Suryomentaram yang berpuasa dari kehidupan mewah keraton. Bahkan ia sempat ditemukan bekerja sebagai kuli penggali sumur,” ujar pelajar PKBM ODM tersebut mengawali sarasehan.
Bicara tentang puasa, Tiyo juga membahas puasa berdasar pemahamannya tentang filsafat dan pengalaman sehari-hari. Tiyo mempertanyakan sebenarnya kita berpuasa untuk apa? Apakah seperti ulat yang berpuasa untuk menjadi kupu-kupu, atau seperti ayam yang berpuasa untuk mengerami telur selama tiga minggu, atau seperti ular yang berpuasa ketika mengganti kulitnya, atau seperti unta yang berpuasa selama 40 hari untuk mempersiapkan perjalanan panjang?
“Menjawab apakah saya puasa untuk apa? Saya termasuk orang yang belum tahu. Saya merasa belum ‘nglilir’ untuk memaknai puasa,” kata Edy Supratno. Dalam usaha menjawab apakah sudah berpuasa? Edy mengaitkan puasa dengan pendapat dari ahli psikoanalisis Sigmund Freud. Tentang tiga fase yaitu oral, anal, dan kelamin.
Kemudian, Edy juga bicara dari sisi sejarah, mulai makna kata ramadan. Bahwa penamaan bulan orang Arab itu berdasarkan kondisi alam pada masa itu. Seperti siang saat acara berlangsung, ramadan bermakna panas sekali. Berawal dari kata ar-ramad yang berarti membakar sesuatu. “Dalam ajaran kita (Islam), itu bermakna membakar dosa-dosa,” lanjut ketua PKBM ODM tersebut.
Sedangkan, Aan Triyanto mengatakan di bulan ramadan Allah itu sedang menawarkan sesuatu kepada kita. Alih-alih memerintahkan kita untuk berpuasa. “Tawaran pertama adalah menjadi manusia jasmani. Kedua, menjadi manusia rohani,” kata Sedulur Maiyah Kudus ini.
Rencananya, sarasehan budaya Ngaji Nglilir akan hadir dengan jam yang sama selama hari Sabtu di bulan ramadan, yakni pada tanggal 18, 25 Mei dan 1 Juni 2019. Andika Wardana salah satu peserta sarasehan mengapresiasi hadirnya ruang diskusi seperti Ngaji Nglilir, “Semoga tidak hanya ada di bulan ramadan,” harapnya.