Karya

Hantu Terowongan Sragi

 

Ketika itu warga kampung Gondoseger sedang gempar. Mereka diliputi rasa mencekam. Gara-garanya ada kabar yang menyeramkan. Yaitu adanya hantu di Terowongan Sragi. Katanya, hantu itu kadang-kadang bersuara seperti orang menangis, kadang-kadang seperti orang menjerit dan berteriak. Suara itu membuat orang yang mendengarnya merinding.

“Itu pasti hantu buangan,” kata orang-orang.

“Atau, bisa juga itu hantu pindahan dari kompleks kuburan. Sebab di kuburan tua yang di desa kita sudah didirikan bangunan,” sambung yang lain.

“Kalau begitu, desa kita sedang tidak aman.”

Terowongan Sragi adalah terowongan buatan manusia tempo dulu. Terowongan ini dibangun untuk rel kereta api. Panjang terowongannya sekitar 300 meter. Letaknya di selatan Desa Gondoseger.

Di Desa Gondoseger ada sebuah stasiun kereta api. Ukurannya memang kecil, tapi penumpangnya ramai. Sebab, jika masyarakat ingin ke kota, hanya dengan dengan kereta apilah kendaraan yang paling mudah.

Tapi gara-gara cerita itu, orang-orang Gondoseger tidak berani melintasi Terowongan Sragi. Mereka takut dijumpai hantu tersebut. Untuk menuju ke kota mereka lebih memilih mencari jalan lain. Itu pun harus dengan berjalan kaki. Menaiki bukit, menuruni lembah, dan menyeberangi sungai.

Karena ketakutan itu, warga Gondoseger jarang naik kereta api lagi. Akibatnya, stasiun jadi sepi. Stasiun ikut jadi seram juga.

Di tengah suasana yang sedang mencekam itu, ada satu keluarga yang bingung. Keluarga itu adalah keluarga Kek Sastro.

Hari itu Kek Sastro mendapat sepucuk surat. Isinya, surat panggilan untuk cucunya yang bernama Ribut. Cucunya itu diterima di salah satu sekolah di kota. Mereka harus melakukan perjalanan yang jauh.

Sementara itu, Nek Sarni, istri Kek Sastro ketika itu sedang sakit. Kek Sastro bingung, antara mengantarkan cucunya atau menjaga istrinya.

“Pokoknya aku tidak mau naik kereta, Kek?” kata Ribut pada kakeknya.

“Kalau Ribut tidak mau naik kereta, lalu mau bagaimana? Perjalanan ke kota jauh sekali,” kata Kek Sastro.

“Pokoknya aku tidak mau, Kek.”

“Kenapa kamu tidak mau cucuku?” tanya Kakek.

“Aku takut kalau dibawa hantu. Tolong, Kek, jangan suruh Ribut naik kereta,” kata Ribut memelas.

Kek Sastro dan Nek Sarni saling berpandangan. Mereka kasihan pada Ribut. Tapi semuanya juga serbamembingungkan. Jika Ribut berangkat sendiri, dia tidak berani. Jika kakek mengantarkan Ribut, kasihan nenek yang sedang sakit.

“Sudah, Ribut. Kamu jangan bersedih. Sekarang nenek merasa sudah kuat jika ditinggal. Nanti kamu diantar Kek Sastro ke kota,” kata Nek Sarni.

“Terima kasih, Nek. Nenek baik sekali,” kata Ribut sambil merangkul neneknya.

Akhirnya besok malam Kek Sastro dan Ribut berangkat ke kota naik kereta. Dengan harapan esok paginya mereka sampai di kota untuk urusan pendaftaran sekolah Ribut.

Saat di stasiun, Ribut sudah merasakan keseraman. Sepi. Hanya terdengar suara jangkrik.

Ribut masih ragu-ragu naik saat kereta datang. Tapi akhirnya dia naik juga. Kakek memilih posisi tempat duduk di pinggir kaca. Kakek tahu Ribut pasti tak berani duduk di dekat kaca.

Tak lama berikutnya kereta berangkat. Perjalanan segera melewati Terowongan Sragi yang menurut cerita berhantu. Ribut benar-benar takut. Dia tak berani melihat sekitar. Wajahnya dia taruh di pangkuan Kek Sastro. Kedua tangannya digenggam tangan Kek Sastro.

Kereta sedang memasuki terowongan. Cahaya di luar gelap gulita. Suara di terowongan itu mendesing. “Benar kata orang-orang, tempat ini memang berhantu,” kata Ribut dalam hati.

Dia semakin erat menggenggam kedua tangan kakeknya. Di saat bersamaan, Ribut merasakan kepalanya sedang dielus-elus. Dia semakin ketakutan. Berarti yang mengelus-elus itu adalah hantu. Sebab, kedua tangan kakeknya dia pegangi.

Ribut semakin takut.

Tak lama berikutnya tangan itu mengelus-elus punggungnya. Setelah itu pindah lagi ke kepalanya. Tak salah lagi. Ini jelas-jelas ulah hantu. Ribut menyesal telah naik kereta api.

Suara di luar tetap mendesing.

Tak lama berikutnya, suara mendesing itu hilang. Itu artinya mereka sudah melewati terowongan. Tapi Ribut merasa badannya masih dielus-elus. Karena penasaran, dia pun memberanikan diri melihat sosok yang mengelus-elusnya.

Ribut kaget.

“Jangan takut, Nak. Yang bersuara saat di terowongan tadi bukan hantu. Tapi suara mesin dan klakson kereta. Suaranya menggema,” kata Bapak Kondektur yang mengelus-elus Ribut.

“Betul, Pak?”

“Betul, tidak ada hantu di Terowongan Sragi,” jelas Bapak Kondektur.

Sejak saat itu Ribut tak takut lagi naik kereta. Begitu juga dengan masyarakat Gondoseger. Stasiun pun jadi ramai lagi.

Kak Edy

Tinggalkan Balasan