Karya

Doa Balpina

Pada suatu sore, sekumpulan anak sedang pulang mengaji. Layaknya anak-anak mereka berlarian dengan sangat riang. Kadang-kadang mereka berkejaran. Satu di antara anak itu bernama Radi.

Tiba di sebuah sungai, mereka harus melompat karena tidak ada jembatan. Saat Radi siap-siap melompat, sebuah pulpen jatuh dari kantung bajunya. Pulpen itu bernama Balpina.
Balpina jatuh di rerumputan.
“Syukurlah jatuhnya tidak di batu,” katanya.

“Kenapa?” tanya rerumputan.

“Kalau di batu kan sakit aku,” kata Balpina.

“Hei, rumput. Tolong tutupi aku?” kata Balpina lagi.

“Emangnya ada apa?” tanya rerumputan.

“Pokoknya cepat tutupi aku. Please…”

Rumput kemudian menutupi Balpina sehingga tidak kelihatan. Walau demikian, ada satu orang yang tahu persis di mana jatuhnya Balpina. Tapi dia diam saja dan pura-pura tidak tahu.

Radi kemudian semakin menjauh mencarinya. Balpina pun merasa dirinya bakal tidak ditemukan lagi. Dia sangat senang.

Saat si pemilik pulpen semakin menjauh, Balpina cerita tentang dirinya pada rerumputan. Dia awalnya adalah pulpen milik seorang guru yang ditugaskan ke pelosok-pelosok desa. Guru itu satu bulan di Desa A, berikutnya pindah ke Desa B, Desa C, dan seterusnya.

Empat bulan kemudian barulah guru tersebut kembali ke Desa A.
Satu minggu sebelum guru itu pindah ke desa lain, Radi, salah seorang anak memberanikan diri meminjam pulpen yang dimiliki pak guru.

“Pak Guru, boleh kami pinjam pulpen Bapak?”

Pak Guru ragu untuk memberikan. Sebab, itu pulpen kesayangannya. Namun, dia tak kuasa mengatakan tidak pada muridnya.

“Jika saya pinjamkan, nanti pulpen ini akan digunakan untuk apa?”

“Untuk latihan menulis.”

“Sungguh? Akan menulis apa?” tanya guru tersebut.

“Kami akan menulis ayat-ayat Alquran. Agar kami punya banyak Alquran untuk mengaji,” janji Radi.

Mendengar jawaban tersebut guru itu kemudian meminjamkan pulpen itu pada muridnya.
Betapa gembiranya hati Radi dan teman-temannya. Mereka bergantian memakainya.
Sejak itu Balpina tak pernah berhenti bekerja. Sudah satu bulan ini dia terus bekerja. Setiap hari ada saja yang pakai. Siang dan malam. Pagi dan sore. Hal itu membuatnya kelelahan sehingga sempat berdoa agar dia tak lagi dipakai.

“Ternyata doaku dikabulkan Tuhan. Inilah kesempatanku untuk tidak lagi bekerja,” kata Balpina pada rerumputan.

Seketika itu rumput sedih.

“Kenapa kamu sedih?” tanya Balpina.

“Bagaimana aku tidak sedih. Berarti tak ada lagi alat yang bisa digunakan untuk anak-anak menulis.”

“Emangnya kenapa?” tanya Balpina lagi.

“Kamu tahu, di desa ini hanya ada satu pulpen. Dan itu adalah kamu. Kenapa kamu sia-siakan kesempatan emasmu untuk berbuat baik.”

Mendadak Balpina tersadarkan. Dia pun menyesal dan berteriak-teriak agar si pemilik pulpen tahu keberadaannya.

“Manusia….manusia…..Aku di sini,” kata Balpina.

Tapi suaranya tidak terdengar orang tersebut. Rumput coba membantu teriak.

“Hei, manusia. Pulpennya di sini,” teriaknya juga.

Ternyata pemilik pulpen tadi sudah pergi menjauh.

“Ya Tuhan. Ampunilah aku…. Biarlah manusia menemukanku,” kata Balpina lagi.

Tidak berapa lama, seseorang datang dan mengambil Balpina. Seseorang itu adalah pemuda yang sudah tahu sejak awal di mana jatuhnya Balpina. Pemuda yang pura-pura tidak tahu saja.

Balpina yang semula sedih berubah gembira lagi. Kini dia bersama manusia lagi. Berikutnya dia berharap bisa digunakan untuk menulis Alquran lagi.

Satu hari berlalu, Balpina hanya menganggur. Oleh pemiliknya dia ditaruh di bawah bantal saja. Pemuda itu merasa pulpen itu sangat bagus maka harus selalu disimpan.

Dua hari berlalu, Balpina masih menganggur juga. Seminggu kemudian dia terus menganggur. Bahkan sampai seterusnya Balpina tak pernah digunakan untuk menulis.

Akhirnya Balpina menyesal selamanya.

Pesan:
Jangan sembarangan berujar karena merupakan sebuah doa

Kak Edy

Tinggalkan Balasan