Ragam

Jejak Pertempuran Muria

Kompas, Jumat, 2 Desember 2016 halaman 25

Jaringan Edukasi Napak Tilas Kabupaten Kudus (Jenank) dan Omah Dongeng Masyarakat Reksa Warisan Budaya (Marwah) menggelar kegiatan Melacak Jejak Pertempuran Muria, Minggu (13/11).

jejak-pertempuran-muria
Anak-anak berdoa di makam Kapten Ali Machmudi

Acara yang diadakan untuk memperingati Hari Pahlawan itu diikuti puluhan peserta, mulai dari anak-anak sampai mahasiswa perguruan tinggi di Kudus, Jateng. Acara dimulai dari Omah Dongeng Marwah di jalan Ngasinan Nomor 9 Plumbungan, Kudus, menuju makam Kapten Ali Machmudi, komandan tentara Republik Indonesia yang gugur melawan penjajah Belanda.

 

Acara berlanjut ke SDN 1 Plukaran, Kecamatan Gembong, Pati, untuk nonton film produksi Omah Dongeng Marwah tentang pertempuran Muria dan kisah para komandannya. Selain peserta dari Kudus, siswa SD 1 Plukaran juga bergabung untuk nonton bareng.

jejak-pertempuran-muria-3
Anak-anak SD 1 Plukaran nonton bareng film Macan Putih Muria.

Anak-anak senang melihat film dan mengetahui sejarah makam para pahlawan yang memperjuangkan kemerdekaan di dekat sekolahnya. “Senang melihat film dan tahu sejarah di balik makam pahlawan,” kata Alif, siswa SDN 1 Plukaran. Usai menonton film, peserta diajak ke Monumen Komando Daerah Muria di dekat SDN 1 Plukaran.

Pertempuran heroik di pegunungan Muria (Kudus, Pati, Jepara) yang melibatkan Kapten Ali terjadi pada Agresi Militer I Belanda, 21 Juli 1947. Kudus diserbu pesawat Mustang dari udara. Stasiun Kereta Api Wergu, pabrik Muriatex, dan Paseban Kabupaten Kudus terkena muntahan peluru. Bekas tembakan peluru bahkan masih terlihat di atap Pasar Wergu, Kudus (dulu stasiun kereta). Setelah digempur habis-habisan, tentara Belanda mundur ke arah Pegunungan Muria.

jejak-pertempuran-muria-2
Makam kapten Ali Machmudi

Pada Agresi Militer II, 19 Desember 1948, Belanda kembali masuk wilayah Muria melaui darat. Mereka bergerak dari Demak ke Kudus, lalu menyerang pati dan Jepara. Pasukan tentara Indonesia mundur, mengungsi ke Pegunungan Muria.

Markas Komando Djawa lalu membentuk Markas Komando Daerah Muria yang wilayahnya meliputi Kudus, Pati, dan Jepara. Kapten Ali ditunjuk sebagai komandan. Sayang, ia gugur dalam peperangan di Bergad, Pati.

Menurut sejarawan Kudus, Edy Supratno, yang ikut kegiatan tersebut, monumen Komando Daerah Muria di bangun untuk mengenang pertempuran tersebut. Tahun 1973, TNI membangun monumen sederhana di tanah milik Modirono Saboe, warga desa Glagah Kulon, Dawe, Kudus.

Monumen itu berada di sela-sela rumah penduduk. Untuk sampai ke sana dari jalan raya, pengunjung harus melalui gang-gang. “Kondisi monumen ini sebenarnya sudah lapuk meski baru dicat ulang,” ujar Edy.

jejak-pertempuran-muria-4
Edy Supratno (tengah) sedang menjelaskan terkait Monumen Komando Daerah Muria

Selain itu, juga dibangun monumen patung kapten Ali Machmudi di pasar gembong, kudus, tahun 1974-1975.

Kepada peserta, Edy mengatakan, apapun bentuknya, monumen itu benda mati. Agar membawa manfaat, monumen harus dihidupkan melalui tulisan ataupun lisan. “Pengetahuan tentang sejarah lokal perlu diberikan kepada generasi penerus agar mereka menghargai pengorbanan para sesepuh yang sudah berjuang,” ujar Edy.

INAYATAUL AINI

Mahasiswa Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Terbuka Kelompok Belajar Kudus, Jawa Tengah

Tinggalkan Balasan