Ragam

Nonton Bareng “Mata Jiwa” Hadir di Enam Kota

 

Majalah Kartini.co.id, Serba-Serbi, 9 November 2017, Ecka Pramita

“Melihat Cahaya dalam Gelap Mata Jiwa” menjadi ruh dalam film pendek ini, seperti apa karya anak-anak Omah Dongeng Marwah.

Film “Mata Jiwa” diangkat dari cerpen “Bintang di Langit Jakarta”, karya Tsaqiva Kinasih Gusti, siswi kelas 3 SMP Semesta, yang aktif di Omah Dongeng Marwah (ODM) Kudus . Cerpen ini menjadi salah satu karya sastra remaja terbaik versi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2016. Cerpen ini juga akan diterbitkan Kemendikbud sebagai bacaan sastra di sekolah-sekolah SD/SMP/SMA di Indonesia.

Film besutan sutradara muda Tsaqiva Kinasih Gusti ini berkisah tentang anak usia 7 tahun dari keluarga pemulung di Jakarta bernama Jiwa, yang terlahir dengan mata rabun. Seperti orang tuli yang berusaha bisa mendengar, juga seperti anak lumpuh yang berusaha ingin bisa berlari, seperti itulah mimpi Jiwa. Ia merindukan melihat cahaya di malam hari sejak ayahnya mendongengi ia tentang bintang kejora di atas langit Jakarta.

Untuk membahagiakan ayahnya, ia mengaku sudah bisa melihat kejora, meskipun tak pernah benar-benar bisa melihat bintang itu, kecuali kerlap kerlip lampu hotel di sebelah rumah bedengnya. Dari hotel itulah penggusuran justru dimulai, memaksa keluarga itu kembali pulang ke kampung halamannya. Film ini menggambarkan ketegaran Jiwa dalam menghadapi sulitnya hidup, bahkan lebih tegar dari ibunya sendiri.

Menurut Ketua ODM Edy Supratno, arti nonton bareng bagi mereka, yang pertama adalah wujud syukur. Setelah berproses sekian lama, akhirnya Mata Jiwa ditonton untuk umum. “Tentu, nobar bagi kami adalah apresiasi kami kepada anak-anak yang telah sungguh-sungguh berkreasi,” imbuh Kak Edy yang berperan sebagai ayah Jiwa ini.

Yang kedua, arti nobar bagi anak-anak adalah sebagai ajang berbagi dengan teman-teman pelajar dan masyarakat luas. Dari kegiatan berbagi itu Kak Edy berharap mendapatkanfeed back dari penonton sehingga bisa terus belajar. “Karena kami yakin, setiap orang memliki kelebihan sekaligus kekurangan. Nah, dengan berbagi maka masing-masing pihak bisa saling melengkapi,” ungkapnya.

Film pendek berdurasi 30 menit ini diputar di 6 kota, dimulai di Salatiga, lalu Semarang dan Kudus yang mendapatkan respon menarik dari para penonton. Kemudian akan menyusul Purbalingga dan Yogyakarta. Terakhir pada puncak Hari Dongeng Nasional (28/11) di Jakarta yang akan disaksikan oleh ratusan pelajar dari Jabodetabek dan sederet undangan lainnya, bertempat di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. (Foto: ODM)

Tinggalkan Balasan